Pukul dua pagi, awan mendung kemerahan
memenuhi langit seperti senja yang berdarah.
Angin meniup gorden hijau di kamarmu.
Kilat dan petir saling bersahutan.
Namun, hujan tak kunjung turun juga.
Lampu mati. Ponsel menyala.
Kau terjebak dikamarmu. Dia terjebak
dikepalamu.
Kau menanti balasan pesan darinya.
Dan dia mungkin sudah tidur.
Lihat, kau mencintainya sepenuh hati.
Dia?
Dia juga bilang begitu, tapi entah
bagaimana ucapan itu tidak menembus hatimu.
Seperti seseorang berkata dalam
kegelapan,“Lilinnya sudah menyala,” tetapi kau tak pernah melihat cahaya itu
seolah perkataan itu hanya sebuah ucapan tanpa bukti.
Kau selalu ingin berbincang dengannya.
Dia?
Dia juga.
Tetapi akhir akhir ini, percakapan
selalu menguap begitu saja diudara.
Hilang tanpa jejak.
Kau bermimpi menghabiskan hidup bersamanya.
Dia?
Dia juga bilang begitu.
“I want to spend the rest of my life
with you. Aku sayang kamu dan aku mau kita ikuti alurnya saja. Aku mau kita
berhubungan seperti biasa saja, saling tahu bahwa kita saling suka, saling
menjaga perasaan ini, saling peduli, sudah, cukup. Tunggu sampai datang
waktunya, kalau berjodoh kita akan bersama.”
Tetapi, rentetan ucapannya terasa
seperti rentetan jalanan buntu di setiap persimpangan.
Sepertinya kalian terjebak dalam
hubungan tanpa status yang menyiksa hati.
Dan kau teramat lelah dengan semua ini.
Bukan, bukan berarti kau ingin
menyudahinya.
Kau masih ingin bersamanya, tapi kau
butuh sesuatu yang jelas.
Aksi yang nyata.
Janji yang sungguh sungguh.
Makna hubungan ini dan arti dari setiap
ucapan yang dia lontarkan.
Apakah dia sungguh sungguh selama ini?
Apakah kau satu satunya gadis dikolom
obrolannya?
Apakah ada gadis lain yang diam diam dia
ajak bicara setiap malam, selain dirimu?
Mengapa kau seringkali merasa takut
kehilangannya meski ini sudah hambar?
Dan mengapa dia tak pernah sadar akan
semua hal ini?
Mengapa dia masih bisa meluncurkan
ucapan manis meski nada suaranya tak lagi memaknai ucapan tersebut?
Mengapa dia tak pernah lagi membuka
obrolan sebagaimana dia memulai semua ini dulu?
Mengapa dia hadir?
Selama ini apakah dia tulus?
Atau ini semua hanya dimulai oleh sebuah
modus yang berjalan terlalu jauh?
Dia... modus atau tulus? Dia.... serius
atau main main?
Sudah pukul tiga pagi.
Kau menyibak gorden hijau di kamarmu.
Kau menarik nafas panjang dan membiarkan
hatimu bernafas sejenak.
Setelah itu kau mendongak keatas langit.
Menatap mendung yang kemerahan.
Petir dan kilat saling bersahutan.
Kau mengirup lagi udara dan merasakan
angin yang membawa aroma hujan itu.
Mendungnya pekat sekali ya?
Seakan hujan deras akan turun.
Tapi lihat, sudah satu jam lewat, alam
seakan memberi modus bahwa hujan akan turun.
Sayangnya kau tak benar benar tahu
apakah hujan akan sungguhan turun.
Padahal sejam lalu kau membuka aplikasi
prediksi cuaca di ponselmu, dikatakan hujan akan turun satu jam kemudian.
Namun satu jam telah terlewati dan hujan
tak kunjung turun.
Harus nya kau bisa belajar dari sini.
Dia... modus atau tulus? Dia.... serius
atau main main?
Apakah pekatnya mendung ini berarti
hujan akan datang atau hanya cara alam bermain denganmu?
Bukankah kau tak pernah tahu?
Apakah seluruh perhatiannya berarti keseriusan
atau hanya permainan semata?
Kau juga tak pernah tahu bukan?
Mungkin, mungkin saja dia tak pernah
main main.
Namun untuk serius diapun belum siap.
Dia... modus atau tulus? Dia.... serius
atau main main?
Kau bersikukuh menanti jawaban.
Sayangnya baik aku ataupun kau sendiri
tak tau jawabannya.
Namun aku disini tahu satu hal.
Laki laki bijaksana tak akan membuatmu
bertanya tanya, “Dia serius atau main main?”
Dan permpuan bijaksana tak akan terjebak
dalam kegalauan seperti ini.
Laki laki bijaksana tahu apa yang
dilakukannya.
Dan perempuan bijaksana tahu cara
melindungi dirinya.
Laki laki bijaksana dan perempuan bijaksana.
Mudah mudahan mereka bertemu di sebuah
persimpangan.
Mudah mudahan kau termasuk didalamnya.
Untuk tulisan asli lihat di @Alvisyhrn