Sabtu, 30 Juni 2018

Maukah?


Aku tidak malu memperjuangkanmu dan perasaanku sendiri.
Aku berjuang untuk sebuah kebahagiaan yang kuharapkan, nantinya, akan menjadi bagian yang bisa ku kenang dihari tua, saat kita bersama.
Aku berjuang sebab tahu bahwa kau pantas diperjuangkan, dan mampu memperjuangkanku juga.
Namun rasanya kau masih malu melakukan itu.
Ada apa?
Bolehkah aku tau?
Apakah ada hal yang masih kau perjuangkan di luar sana?
Atau memang aku belum pantas diperjuangkan olehmu?
Baiklah kalau begitu, kubiarkan kau menuntaskannya dulu, baru setelah itu, berjuanglah bersamaku.

Thats!! Modus? Atau Tulus?

Gambar terkait



Pukul dua pagi, awan mendung kemerahan memenuhi langit seperti senja yang berdarah.
Angin meniup gorden hijau di kamarmu.
Kilat dan petir saling bersahutan.
Namun, hujan tak kunjung turun juga.

Lampu mati. Ponsel menyala.
Kau terjebak dikamarmu. Dia terjebak dikepalamu.
Kau menanti balasan pesan darinya.
Dan dia mungkin sudah tidur.

Lihat, kau mencintainya sepenuh hati.
Dia?
Dia juga bilang begitu, tapi entah bagaimana ucapan itu tidak menembus hatimu.
Seperti seseorang berkata dalam kegelapan,“Lilinnya sudah menyala,” tetapi kau tak pernah melihat cahaya itu seolah perkataan itu hanya sebuah ucapan tanpa bukti.

Kau selalu ingin berbincang dengannya.
Dia?
Dia juga.
Tetapi akhir akhir ini, percakapan selalu menguap begitu saja diudara.
Hilang tanpa jejak.

Kau bermimpi menghabiskan hidup bersamanya.
Dia?
Dia juga bilang begitu.
“I want to spend the rest of my life with you. Aku sayang kamu dan aku mau kita ikuti alurnya saja. Aku mau kita berhubungan seperti biasa saja, saling tahu bahwa kita saling suka, saling menjaga perasaan ini, saling peduli, sudah, cukup. Tunggu sampai datang waktunya, kalau berjodoh kita akan bersama.”
Tetapi, rentetan ucapannya terasa seperti rentetan jalanan buntu di setiap persimpangan.

Sepertinya kalian terjebak dalam hubungan tanpa status yang menyiksa hati.
Dan kau teramat lelah dengan semua ini.
Bukan, bukan berarti kau ingin menyudahinya.
Kau masih ingin bersamanya, tapi kau butuh sesuatu yang jelas.
Aksi yang nyata.
Janji yang sungguh sungguh.
Makna hubungan ini dan arti dari setiap ucapan yang dia lontarkan.

Apakah dia sungguh sungguh selama ini?
Apakah kau satu satunya gadis dikolom obrolannya?
Apakah ada gadis lain yang diam diam dia ajak bicara setiap malam, selain dirimu?
Mengapa kau seringkali merasa takut kehilangannya meski ini sudah hambar?
Dan mengapa dia tak pernah sadar akan semua hal ini?
Mengapa dia masih bisa meluncurkan ucapan manis meski nada suaranya tak lagi memaknai ucapan tersebut?
Mengapa dia tak pernah lagi membuka obrolan sebagaimana dia memulai semua ini dulu?
Mengapa dia hadir?
Selama ini apakah dia tulus?
Atau ini semua hanya dimulai oleh sebuah modus yang berjalan terlalu jauh?

Dia... modus atau tulus? Dia.... serius atau main main?

Sudah pukul tiga pagi.
Kau menyibak gorden hijau di kamarmu.
Kau menarik nafas panjang dan membiarkan hatimu bernafas sejenak.
Setelah itu kau mendongak keatas langit.
Menatap mendung yang kemerahan.
Petir dan kilat saling bersahutan.
Kau mengirup lagi udara dan merasakan angin yang membawa aroma hujan itu.
Mendungnya pekat sekali ya?
Seakan hujan deras akan turun.
Tapi lihat, sudah satu jam lewat, alam seakan memberi modus bahwa hujan akan turun.
Sayangnya kau tak benar benar tahu apakah hujan akan sungguhan turun.
Padahal sejam lalu kau membuka aplikasi prediksi cuaca di ponselmu, dikatakan hujan akan turun satu jam kemudian.
Namun satu jam telah terlewati dan hujan tak kunjung turun.
 Harus nya kau bisa belajar dari sini.

Dia... modus atau tulus? Dia.... serius atau main main?

Apakah pekatnya mendung ini berarti hujan akan datang atau hanya cara alam bermain denganmu?
Bukankah kau tak pernah tahu?
Apakah seluruh perhatiannya berarti keseriusan atau hanya permainan semata?
Kau juga tak pernah tahu bukan?
Mungkin, mungkin saja dia tak pernah main main.
Namun untuk serius diapun belum siap.


Dia... modus atau tulus? Dia.... serius atau main main?

Kau bersikukuh menanti jawaban.
Sayangnya baik aku ataupun kau sendiri tak tau jawabannya.

Namun aku disini tahu satu hal.
Laki laki bijaksana tak akan membuatmu bertanya tanya, “Dia serius atau main main?”
Dan permpuan bijaksana tak akan terjebak dalam kegalauan seperti ini.
Laki laki bijaksana tahu apa yang dilakukannya.
Dan perempuan bijaksana tahu cara melindungi dirinya.

Laki laki bijaksana dan perempuan bijaksana.
Mudah mudahan mereka bertemu di sebuah persimpangan.
Mudah mudahan kau termasuk didalamnya.

 Untuk tulisan asli lihat di @Alvisyhrn

Jumat, 22 Juni 2018

23:07

Tuan,
Aku ingin kau mendengarkan cerita singkatku ini.
Kita tak pernah saling kenal sebelumnya.
Saat perkenalan pun kita hanya menjadi teman.
Hingga akhirnya kau memberi banyak perhatian.
Menyemangati setiap hariku, menyampaikan kerinduanmu, dan menyapaku disaat paling sibuk dari hari-harimu.
Ketika itu aku berpikir, ya memang sudah sewajarnya kau begitu baik padaku.
Bukankah seorang teman memang wajar berbuat baik pada temannya.
Dan bukankah semua teman-teman lelakiku juga seperti itu.
Begitu sangat perhatian.
Namun, ada satu perasaan yang tidak aku mengerti.
Ketika kau diam, hilang, tanpa kabar – itu sangat meresahkanku.
Aku khawatir padamu, dan tidak jarang pula aku menunggu kabarmu bahkan sampai menangis tanpa alasan.
Dan titik paling parah dari rasa khawatir dan salah mengartikan sikap baikmu adalah aku takut kehilanganmu.
Kehilangan seseorang yang bahkan belum tentu ditakdirkan untukku.